PBG adalah Persetujuan Bangunan Gedung Penganti IMB

Jasindopt.com – Untuk mendirikan sebuah bangunan tak lagi perlu repot berlebihan. Presiden Jokowi menghapus status Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan menggantinya dengan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang lebih sederhana. 

Kehadiran PBG ini akan menerapkan konsep norma, standar, pedoman, dan kriteria (NSPK) dari pemerintah pusat, yang berbeda dengan IMB yang dulu pernah diberlakukan.

Jika dahulu IMB harus diperoleh terlebih dulu sebelum mendirikan bangunan, maka PBG dapat dilakukan pembangunan sepanjang pelaksanaannya memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah.

Dengan demikian proses PBG yang lebih cepat akan semakin mempercepat investasi bagi pelaku usaha.

Pengertian PBG

PBG adalah Persetujuan Bangunan Gedung atau perizinan yang diwajibkan kepada para pemilik banguan gedung dalam membangun atau mengembangkan propertinya.

Sesuai dengan PP Nomor 16 Tahun 2021 Pasal 1 Poin 17, PBG artinya perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan untuk membangun seperti:

  • Mendirikan bangunan baru
  • Memperluas bangunan
  • Mengurangi bangunan
  • Dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan standar teknis bangunan gedung

Keluarnya aturan terbaru tersebut otomatis merevisi aturan sebelumnya dalam PP Nomor 36 Tahun 2005 tentang IMB.

Berbeda dengan IMB yang merupakan izin yang harus didapatkan sebelum atau saat mendirikan bangunan dengan teknis bangunan harus dilampirkan, maka PBG adalah aturan perizinan yang mengatur bagaimana suatu bangunan harus dibangun.

PBG mengatur bagaimana sebuah bangunan memenuhi standar teknis bengunan gedung yang sudah ditetapkan. Standar itu antara lain mencakup standar perencanaan, perancangan bangunan gedung, pelaksanaan dan pengawasan konstruksi bangunan gedung, serta standar pemanfaatan bangunan gedung.

Selain itu, PBG juga mengatur tentang standar pembongkaran bangunan gedung, penyelenggaraan Bangunan Gedung Cagar Budaya (BGCB) yang dilestarikan, ketentuan penyelenggaraan Bangunan Gedung Fungsi Khusus (BGFK), Bangunan Gedung Hijau (BGH), Bangunan Gedung Negara (BGN), ketentuan dokumen, serta ketentuan pelaku penyelenggaraan bangunan gedung.

Jika sebelumnya dalam mengurus IMB pemilik bangunan harus mendapatkan izin itu terlebih dahulu sebelum mendirikan bangunan, maka dalam mengurus PBG, dapat dilakukan selama pelaksanaan mendirikan bangunan sepanjang pelaksanaannya mengacu standar yang ditetapkan pemerintah. Standar teknis ini pun dijelaskan dalam Pasal 1 Poin 17 PP 16/2021.

Meski aturan terbaru mewajibkan pengurusan PBG dalam kegiatan mendirikan bangunan, bukan berarti IMB sudah tidak berlaku sama sekali.

Khusus untuk bangunan yang sudah terlanjur mendapatkan IMB di periode sebelum peraturan terbaru ini keluar, maka IMB masih diakui sah.

Perbedaan IMB dengan PBG

Pada dasarnya, baik PBG maupun IMB sama-sama merupakan regulasi dalam kegiatan membangun gedung. Hanya saja keduanya memiliki perbedaan dalam aspek teknis, sifat, ketentuan pengurusan hingga cakupan pengaturannya terkait proses mendirikan bangunan.

Perbedaan yang pertama yaitu terkait dengan tahapan. Beda dengan IMB yang harus diselesaikan pemilik gedung sebelum ia memulai kegiatan mendirikan gedung, PBG bisa diurus selama proses pembangunan gedung ataupun setelahnya.

PBG bukan lagi bersifat izin yang harus dipenuhi jika hendak mendirikan bangunan, namun lebih sebagai pelaporan kepada pemerintah atas aktivitas mendirikan bangunan tersebut.

Dalam hal ini, pemilik gedung bisa langsung membangun, namun kemudian harus melaporkan fungsi bangunannya serta harus menyesuaikan dengan tata ruang di kawasan ia membangun.

Ketentuan tata ruang ini biasanya bisa ditanyakan langsung ke pejabat pemerintahan setempat di lingkup RT/RW. Perbedaan PBG dan IMB tentunya juga dari segi landasan hukumnya.

PBG sebagaimana telah dijelaskan, berdasar pada PP 16/2021, sementara IMB diatur dalam PP Nomor 36 tahun 2005. Dalam PP tersebut disebutkan bahwa setiap orang yang akan mendirikan bangunan gedung wajib memiliki IMB.

Untuk memperoleh PBG ataupun IMB, pemilik gedung sama-sama harus menyampaikan fungsi bangunan, misalnya hunian, atau untuk aktivitas lainnya.

Hanya saja ada sedikit perbedaan pada PBG, di mana pemilik yang kemudian melakukan perubahan fungsi bangunan, harus melaporkan agar tidak dikenakan sanksi. Hal ini berbeda dengan IMB yang tidak menyertakan sanksi.

Perbedaan lainnya, IMB mengatur beberapa syarat administratif bangunan, seperti pengakuan status tanah, izin pemanfaatan dari pemegang hak, status kepemilikan bangunan, lalu juga syarat teknis berupa tata bangunan dan keandalan bangunan. Sementara dalam PBG, hanya mewajibkan perencanaan bangunan sesuai dengan tata bangunan.

PBG Penganti IMB

PBG resmi menggantikan IMB sejak 31 Juli 2021, ditandai dengan peluncuran Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG) versi baru oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Layanan berbasis web ini diluncurkan untuk memudahkan masyarakat memperoleh izin PBG sebagai pengganti IMB. Layanan ini dapat diakses melalui https://simbg.pu.go.id.

Selain untuk mengurus PBG, web ini juga disediakan untuk pengurungan Sertifikat Laik Fungsi (SLF), Surat Bukti Kepemilikan Bangunan Gedung (SBKBG), hingga Rencana Teknis Bangunan (RTB).

Cara Mengurus PBG

Untuk mengajukan permohonan PBG, ada beberapa persyaratan dokumen yang harus dipersiapkan pemohon. Dilansir dari laman https://simbg.pu.go.id, pemohon dalam mengajukan PBG terlebih dahulu harus melengkapi tiga kategori data berikut:

  • Data Pemohon atau Pemilik
  • Data Bangunan Gedung, dan
  • Dokumen Rencana Teknis

Khusus terkait rencana teknis, ada beberapa jenis dokumen di dalamnya, yaitu:

  • Dokumen Rencana Arsitektur. Ini meliputi data penyedia jasa perencana arsitektur, konsep rancangan, gambar denah, dan konsep ataupun denah terkait lainnya.
  • Dokumen Rencana Utilitas, meliputi perhitungan kebutuhan air bersih, listrik, limbah, sistem proteksi kebakaran, gambar sistem sanitasi, dan sejumlah rancangan terkait lainnya.
  • Dokumen Rencana Struktur, meliputi gambar rencana struktur bawah, gambar rencana struktur atas, gambar rencana basement, hingga perhitungan rencana struktur dilengkapi data penyelidikan tanah untuk bangunan gedung lebih dari dua lantai.
  • Dokumen Spesifikasi Teknik Bangunan, meliputi keterangan jenis, tipe, hingga karakteristik material yang digunakan secara menyeluruh.

Jika semua persyaratan sudah terpenuhi, Anda bisa memulai proses permohonan PBG secara online melalui website yang telah disediakan oleh pemerintah.

Berbeda dengan IMB, PBG lebih bersifat sebagai aturan perizinan yang mengatur soal bagaimana bangunan harus dibangun.

Setelah terdaftar sebagai pemohon di laman SIMBG, Anda dapat mengurus PBG Berikut caranya:

  1. Pada halaman Beranda laman SIMBG klik menu “Tambah” untuk menambahkan pendaftaran permohonan PBG/SLF/SBKBG/RTB dan Pendataan Bangunan Gedung.
  2. Selanjutnya akan ditampilkan jenis permohonan perizinan, klik “Persetujuan Bangunan Gedung”.
  3. Klik “Jenis Permohonan” untuk memilih jenis permohonan.
  4. Klik “Fungsi Bangunan” sesuai dengan PBG yang dimaksudkan.
  5. Klik “Jenis Bangunan” sesuai dengan PBG dimaksudkan.
  6. Kemudian pemohon melengkapi Data Bangunan sesuai dengan PBG yang dimaksudkan, dan klik “Simpan”.
  7. Selanjutnya, setelah Data Bangunan diisi, pemohon diarahkan ke laman Form Permohonan Konsultasi. Pemohon dapat memperbarui data diri pada laman ini. Klik “Simpan” untuk menyimpan data terbaru dan klik “Selanjutnya”.
  8. Pada laman berikutnya, pemohon dapat memeriksa kembali Data Bangunan dan Melengkapi Data Alamat Bangunan tersebut. Klik “Simpan” untuk menyimpan data terbaru dan klik “Selanjutnya” untuk melanjutkan.
  9. Kemudian pemohon akan diarahkan ke halaman Form Data Tanah, klik “Tambah Data” untuk menginput data tanah bangunan. Setelah data terisi lengkap, klik “Simpan”.
  10. Untuk langkah selanjutnya, pemohon akan diminta untuk mengunggah file-file yang dibutuhkan seperti Data Teknis Tanah, Data Umum, Data Teknis Arsitektur dan Struktur, dan Data Teknis MEP.
  11. Setelah melalui proses unggah data, pemohon akan dibawa ke halaman Form Pernyataan. Klik Centang pilihan konfirmasi kebenaran data untuk pertanggung jawaban pemohon atas kebenaran data yang telah diisikan dan dokumen yang diunggah pada sistem.
  12. Centang “Ceklis Jika Setuju” jika Pemohon sudah mencentang semua konfirmasi kebenaran data yang diunggah dan klik “Simpan”.
  13. Data dan unggahan dokumen pemohon telah tersimpan di SIMBG dan selanjutnya menunggu verifikasi dari TPA/TPT yang ditugaskan, maksimum 28 hari sejak pemohon melakukan pengajuan izin.
  14. Proses Pengajuan PBG selesai dan “Status Permohonan” dapat dilihat pada Halaman Beranda Pemohon.

Dasar Hukum PBG

Berikut ini adalah dasar hukum PBG yaitu:

  1. Undang-Undang (UU) No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja (UU Ciptaker) Pasal 24 dan Pasal 185 huruf b 
  2. Peraturan Pemerintah (PP) No. 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung 

Proses Penerbitan PBG

Untuk proses penerbitan PBG meliputi:

  1. Penetapan nilai retribusi daerah
  2. Pembayaran retribusi daerah
  3. Penerbitan PBG

Cara Pendaftaran PBG

Pemohon diwajibkan untuk menggunakan SIMBG berbasis web untuk proses pengajuan izin terkait, yaitu melalui laman simbg.pu.go.id.

Proses pendaftarannya yaitu:

  1. Membuka web simbg.pu.go.id
  2. Melakukan pendaftaran dengan membuat akun baru
  3. Login apabila sudah memiliki akun
  4. Melengkapi data diri pemohon
  5. Mengisi form terkait
  6. Proses telah berhasil.

Hal Penting Dalam PBG

Ada 2 (dua) hal penting yang yang dicantumkan dalam PBG yang berisikan informasi penting terkait status bangunan, yaitu:

  • Fungi Bangunan Gedung

Fungsi bangunan gedung yaitu hunian, keagamaan, usaha, sosial dan budaya, dan khusus.

  • Klasifikasi Bangunan Gedung

Klasifikasi gedung tergantung:

  1. Tingkat kompleksitas (sederhana, tidak sederhana, dan khusus);
  2. Tingkat permanensi(permanen dan nonpermanen);
  3. Tingkat kebakaran (tinggi, sedang dan rendah);
  4. Tingkat lokasi (padat, sedang dan renggang);
  5. Tingkat ketinggian bangunan (pencakar langit, tinggi, sedang dan rendah);
  6. Tingkat kepemilikan gedung(bangunan gedung negara dan selain milik negara); dan
  7. Kelas bangunan(ada 10 kelas bangunan)

Informasi tersebut ini wajib dicantumkan dalam PBG. Apabila tidak sesuai, maka pemilik bangunan gedung bisa dikenai sanksi

Klasifikasi Bangunan Gedung

Klasifikasi bangunan gedung adalah hal yang penting untuk anda ketahui karena bangunan gedung menjadi tempat manusia melakukan kegiatannya, mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak dan produktivitas manusia.

Oleh karena itu, penyelenggaraan bangunan gedung perlu memiliki aturan seperti Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan juga Sertifikat Laik Fungsi (SLF) demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan serta penghidupan masyarakat.

Hal ini juga sekaligus untuk mewujudkan bangunan gedung yang andal, berjati diri, seimbang, dan selaras dengan lingkungannya.

Dasar Hukum Klasifikasi Bangunan Gedung

Bangunan gedung merupakan salah satu wujud fisik pemanfaatan ruang. Oleh karena itu, pengaturan untuk bangunan gedung tetap mengacu pada pengaturan penataan ruang sesuai perundang-undangan.

Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam pembangunan gedung, setiap bangunannya harus memenuhi persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung.

Salah satu dasar hukum terkait bangunan gedung adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

Peraturan Pemerintah ini mengatur ketentuan pelaksanaan tentang fungsi, persyaratan, penyelenggaraan bangunan gedung,serta  peran masyarakat dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung.

Tujuan Klasifikasi Bangunan Gedung

Tujuan pengaturan fungsi bangunan gedung adalah supaya bangunan gedung yang akan berdiri telah memiliki fungsi yang pasti dari awal. Oleh karena itu masyarakat yang akan mendirikan bangunan gedung dapat lebih patuh dalam memenuhi persyaratan.

Fungsi bangunan gedung ini klasifikasinya adalah berdasarkan tingkat kompleksitas, tingkat permanensi, tingkat risiko kebakaran, zonasi gempa, lokasi, ketinggian, dan/atau kepemilikan.

Berbagai Klasifikasi Bangunan Gedung

Klasifikasi bangunan gedung merupakan pengklasifikasian lebih lanjut dari fungsi bangunan gedung. Hal ini adalah agar dalam pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung dapat lebih tajam dalam penetapan persyaratan administrasi dan teknisnya.

Dengan ditetapkannya fungsi dan klasifikasi bangunan gedung, maka pemenuhan persyaratan administratif dan teknisnya dapat lebih efektif dan efisien.

Klasifikasi Bangunan Gedung Berdasarkan tingkat kompleksitas

Berdasarkan tingkat kompleksitasnya, bangunan gedung terbagi menjadi bangunan sederhana, bangunan tidak sederhana, dan bangunan khusus. 

Bangunan sederhana merupakan bangunan gedung dengan karakter sederhana serta memiliki kompleksitas dan teknologi sederhana. Bangunan tidak sederhana adalah bangunan gedung dengan karakter tidak sederhana serta memiliki kompleksitas dan atau teknologi tidak sederhana.

Sedangkan bangunan khusus adalah bangunan gedung yang memiliki penggunaan dan persyaratan khusus, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya memerlukan penyelesaian/teknologi khusus.

Berdasarkan tingkat permanensi

Berdasarkan tingkat permanensi, bangunan gedung terbagi menjadi bangunan permanen, semi-permanen, dan sementara. 

Bangunan permanen adalah bangunan gedung yang karena fungsinya mempunyai umur layanan di atas 20 tahun. Selain itu Bangunan semi-permanen adalah bangunan gedung yang karena fungsinya mempunyai umur layanan di atas 5 sampai 10 tahun.

Bangunan sementara atau darurat adalah bangunan gedung yang karena fungsinya hanya mempunyai umur layanan maksimal 5 tahun.

Berdasarkan Tingkat Risiko Kebakaran

Berdasarkan tingkat risiko kebakaran, bangunan gedung terbagi menjadi bangunan dengan tingkat risiko kebakaran tinggi, sedang, dan rendah karena itulah maka setiap gedung membutuhkan rekomendasi Damkar untuk meminimalisir resiko kebakaran.

Bangunan tingkat risiko kebakaran tinggi adalah bangunan gedung yang karena fungsinya, desain penggunaan bahan, komponen unsur pembentuk, serta kuantitas dan kualitas bahan di dalamnya memiliki tingkat mudah terbakarnya sangat tinggi dan/atau tinggi.

Sementara itu Bangunan tingkat risiko kebakaran sedang adalah karena fungsinya, desain penggunaan bahan, komponen unsur pembentuk, serta kuantitas dan kualitas bahan di dalamnya memiliki tingkat mudah terbakarnya sedang.

Bangunan tingkat risiko kebakaran rendah adalah bangunan gedung karena fungsinya, desain penggunaan bahan, komponen unsur pembentuk, serta kuantitas dan kualitas bahan di dalamnya memiliki tingkat mudah terbakarnya rendah.

Berdasarkan Zonasi Gempa

Berdasarkan zonasi gempa, bangunan gedung terbagi menjadi zona I sampai dengan zona IV. Zona I adalah daerah sangat aktif gempa, zona II adalah daerah aktif gempa, zona III adalah daerah lipatan dengan retakan, zona IV adalah daerah lipatan tanpa retakan, zona V adalah daerah gempa kecil, dan zona VI adalah daerah yang stabil. Berbagai zona tersebut ada dalam pedoman/standar teknis.

Berdasarkan Lokasi

Berdasarkan lokasinya, bangunan gedung diklasifikasikan menjadi lokasi padat, lokasi sedang, dan lokasi renggang. Lokasi padat pada umumnya lokasi yang terletak di daerah perdagangan atau pusat kota, lokasi sedang pada umumnya terletak di daerah permukiman, sedangkan lokasi renggang pada umumnya lerletak pada daerah pinggiran/luar kota atau daerah yang berfungsi sebagai resapan.

Berdasarkan Ketinggian

Berdasarkan ketinggiannya, bangunan diklasifikasikan menjadi bertingkat tinggi, sedang, dan rendah. Penetapan klasifikasi ketinggian didasarkan pada jumlah lantai bangunan gedung, yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota.

Bangunan rendah memiliki jumlah lantai bangunan gedung sampai dengan 4 lantai, bangunan sedang memiliki jumlah lantai bangunan gedung 5 lantai sampai 8 lantai, dan bangunan tinggi memiliki jumlah lantai bangunan lebih dari 8 lantai.

Berdasarkan Kepemilikan

Berdasarkan kepemilikan, klasifikasi bangunan gedung telah pemerintah bagi menjadi milik negara, badan usaha, dan perseorangan.

Bangunan gedung negara adalah bangunan gedung untuk keperluan dinas yang menjadi/akan menjadi kekayaan milik negara dan diadakan dengan sumber pembiayaan yang berasal dari dana APBN, dan/atau APBD, dan/atau sumber pembiayaan lain, seperti : gedung kantor dinas, gedung sekolah, gedung rumah sakit, gudang, rumah negara, dan lain-lain.

Manfaat dan Fungsi PBG

Kehadiran PBG ini menerapkan konsep norma, standar, pedoman, dan kriteria (NSPK) dari pemerintah pusat. Konsep ini berbeda dengan IMB yang sebelumnya berlaku.

Jika IMB harus anda bereskan dulu sebelum dapat membuat bangunan, maka PBG memungkinkan pembangunan dapat seger berlangsung sepanjang pelaksanaannya memenuhi standar.

Fungsi dari PBG ini adalah agar bangunan-bangunan yang berdiri nantinya tidak menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat dan lingkungan di sekitarnya.

Oleh karena itu, seluruh Standar Teknis harus lengkap sebelum pelaksanaan konstruksi. Selain untuk membangun bangunan baru, PBG juga wajib kita miliki jika suatu bangunan gedung mengalami perubahan fungsi, namanya PBG perubahan

Selain PBG, pemilik bangunan juga perlu memiliki setidaknya dua jenis izin lain. Salah satunya, Surat Bukti Kepemilikan Bangunan (SBKBG). Dalam SBKBG harus tercantum informasi fungsi bangunan dan klasifikasi bangunan.

Dokumen lainnya adalah Sertifikat Laik Fungsi (SLF) yang pemda berikan kepada pemilik gedung untuk menyatakan kelaikan fungsi bangunan sebelum bisa menjadi tempat usaha.

Sanksi PBG

Secara garis besar, ada dua hal penting yang dicantumkan dalam PBG, yaitu terkait fungsi bangunan gedung dan klasifikasi bangunan gedung. Dua kategori informasi tersebut wajib ada dalam PBG dan menjadi acuan dari bangunan terkait.

Bila informasi dalam PBG dengan kondisi asli bangunan tidak sesuai, maka pemilik gedung bisa dikenai sanksi karena dianggap telah melakukan pelanggaran. Ada beberapa sanksi administratif bagi pemilik bangunan yang dalam memenuhi kesesuaian penetapan fungsi dalam PBG, berupa peringatan tertulis hingga perintah pembongkaran bangunan.

Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 PP 16/21 berupa:

  • Peringatan tertulis
  • Penghentian kegiatan pembangunan
  • Penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan
  • Penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan gedung
  • Pembekuan PBG
  • Pencabutan PBG
  • Pembekuan LSF bangunan gedung
  • Pencabutan LSF bangunan gedung
  • Perintah pembongkaran bangunan gedung

Sanksi tersebut sekaligus juga menyasar bagi pemilik gedung yang tidak mengurus atau tidak memiliki PBG.

Gedung yang sedang atau telah didirikan tanpa adanya PBG bisa dihentikan pemanfaatannya bahkan dibongkar oleh pihak berwenang.

Kesimpulan

Suatu bangunan gedung dapat memiliki lebih dari satu fungsi atau kombinasi fungsi dalam bangunan gedung, misalnya kombinasi fungsi hunian dan usaha, seperti bangunan gedung rumah-toko (ruko), rumah-kantor (rukan), apartemen-mal, atau kombinasi fungsi-fungsi usaha, seperti bangunan gedung kantor-toko dan  hotel atau mal.

Fungsi dan klasifikasi bangunan gedung harus sesuai dengan peruntukan lokasi yang aturannya tercantum dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan, dan/atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. 

Dengan memperhatikan klasifikasi bangunan sesuai peraturan, harapannya adalah agar masyarakat lebih peduli dengan berbagai risiko yang mungkin timbul dalam pembangunan sehingga meminimalisasi angka kecelakaan dalam penggunaan bangunan

Buat situs web atau blog di WordPress.com

%d blogger menyukai ini: