Hubungi : 0812 827 9944
Jasa Pengurusan Balik Nama Sertifikat Tanah (SHM,SHGU,AJB,SHGB,SHSRS, Tanah Girik atau Petok Di Kota Bekasi :
- Jenis Sertifikat Tanah: Sertifikat Hak Milik (SHM)
- Jenis Sertifikat Tanah: Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU)
- Jenis Sertifikat Tanah: Akta Jual Beli (AJB)
- Jenis Sertifikat Tanah: Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB)
- Jenis Sertifikat Tanah: Girik atau Petok
- Jenis Sertifikat Tanah: Sertifikat Hak Satuan Rumah Susun (SHSRS)
Sertifikat tanah adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.
Jenis sertifikat tanah telah diatur dalam Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria. Setidaknya ada enam jenis dan contoh sertifikat tanah yang beredar di Indonesia. Berikut penjelasannya.
1. Jenis dan Contoh Sertifikat Tanah: Sertifikat Hak Milik (SHM)
SHM merupakan jenis dan contoh sertifikat tanah dengan kepemilikan hak penuh oleh pemegang sertifikat tersebut. SHM juga menjadi bukti kepemilikan paling kuat atas lahan atau tanah karena tidak ada lagi campur tangan ataupun kemungkinan kepemilikan pihak lain.
Status SHM juga tak memiliki batas waktu. Tanah dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) dapat dijual atau warisan turun temurun. Sebagai bukti kepemilikan paling kuat, SHM menjadi alat paling valid untuk melakukan transaksi jual beli maupun penjaminan untuk kepentingan pembiayaan perbankan.
Pemegang sertifikat adalah pemegang hak utama dan tidak ada pihak lain yang dapat mengakui atas tanah tersebut. Dengan alasan tersebut SHM merupakan sertifikat dengan proteksi terkuat dibandingkan yang lain. Secara langsung hal ini juga berpengaruh terhadap nilai dan harga tanah bersertifikat SHM yang lebih bernilai dibanding yang lain. Sertifikat Hak Milik hanya dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia (WNI).
2. Jenis dan Contoh Sertifikat Tanah: Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU)
Menurut UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, Hak Guna Usaha atau HGU merupakan hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai oleh negara dalam jangka waktu tertentu. Jenis tanah negara yang dapat diberikan HGU adalah tanah yang termasuk dalam kategori hutan produksi yang selanjutnya statusnya dialihkan menjadi lahan untuk perkebunan, pertanian atau peternakan. Jadi, hutan lindung dan hutan konservasi tidak diberikan Hak Guna Usaha. HGU dapat diberikan untuk tanah dengan luas sekurang-kurangnya 5 hektare.
Berbeda dengan hak milik yang tidak memiliki batas waktu, Hak Guna Usaha diberikan untuk waktu 25 tahun. Walaupun memiliki jangka waktu yang terbatas, HGU dapat dianggap sebagai hak yang kuat, sehingga pemegang HGU dapat mempertahankan hak atas tanahnya dari gangguan pihak lain.
3. Jenis dan Contoh Sertifikat Tanah: Akta Jual Beli (AJB)
AJB sebenarnya juga bukan sertifikat melainkan perjanjian jual-beli dan merupakan salah satu bukti pengalihan hak atas tanah sebagai akibat dari jual-beli. AJB dapat terjadi dalam berbagai bentuk kepemilikan tanah, baik Hak Milik, Hak Guna Bangunan, maupun Girik. Akta otentik ini dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk peralihan hak atas tanah dan bangunan.
Pembuatan AJB telah diatur melalui Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (Perkaban) No.8 Tahun 2012 Tentang Pendaftaran Tanah, sehingga PPAT hanya mengikuti format baku yang telah disediakan. Bukti kepemilikan berupa AJB biasanya sangat rentan terjadinya penipuan AJB ganda, jadi sebaiknya segera dikonversi menjadi Sertifikat Hak Milik.
4. Jenis dan Contoh Sertifikat Tanah: Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB)
Sertifikat Hak Guna Bangunan adalah jenis dan contoh sertifikat tanah dimana pemegang sertifikat hanya bisa memanfaatkan tanah tersebut, baik untuk mendirikan bangunan atau untuk keperluan lain, sedang kepemilikan tanah adalah milik negara.
SHGB mempunyai batas waktu 30 tahun. Setelah melewati batas 30 tahun, maka pemegang sertifikat harus mengurus perpanjangan SHGB-nya. Berbeda dengan Sertifikat Hak Milik yang kepemilikannya hanya untuk WNI. Inilah keuntungan dan kerugian memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan.
Keuntungan
Kerugian
Tidak Membutuhkan Dana Besar.
Jangka waktu terbatas.
Peluang usaha lebih terbuka. Properti dengan status HGB biasanya dijadikan pilihan untuk mereka yang berminat memiliki properti tetapi tidak bermaksud untuk menempati dalam waktu lama.
Tidak bebas untuk investasi properti.
Bisa dimiliki oleh non-WNI.
Kepemilikan terbatas untuk WNA.
Sertifikat Hak Guna Bangunan bisa ditingkatkan kepemilikannya menjadi Sertifikat Hak Milik, dengan cara mendatangi kantor pertanahan di wilayah tanah/rumah tersebut berada. Tanah dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan tersebut mesti dimiliki oleh warga negara indonesia (WNI) dengan luas kurang dari 600 meter persegi, masih menguasai tanah, serta mempunyai Sertifikat Hak Guna Bangunan yang masih berlaku ataupun sudah habis masa.
5. Jenis dan Contoh Sertifikat Tanah: Girik atau Petok
Girik atau petok bukanlah sertifikat, tetapi merupakan surat penguasaan atas lahan. Berkaitan dengan tanah girik atau yang seringkali disebut tanah adat, contoh sertifikat tanah ini merupakan tanah yang konversi haknya ke negara belum didaftarkan.
Perpindahan hak tanah atas tanah yang berstatus girik ini biasanya terjadi dari tangan ke tangan, yang pada mulanya dapat berbentuk tanah yang luas, lalu kemudian dibagi-bagi ke dalam luas tanah yang lebih kecil sebagai warisan.
Proses peralihan dari tangan ke tangan pun biasanya disaksikan oleh kepala desa atau lurah setempat. Namun, banyak terjadi adalah perpindahan tanah yang berstatus girik ini hanya didasari atas dasar saling percaya dari kedua belah pihak sehingga terkadang tidak ada satupun surat yang bisa menunjukkan atau menelusuri siapa pemiliknya.
6. Jenis dan Contoh Sertifikat Tanah: Sertifikat Hak Satuan Rumah Susun (SHSRS)
Tak hanya rumah atau lahan tapak yang memiliki sertifikat. Untuk Anda yang tinggal di apartemen atau rumah susun, ada SHSRS yang merupakan sertifikat yang berlaku pada kepemilikan seseorang atas rumah vertikal atau apartemen yang dibangun di atas tanah dengan kepemilikan bersama.
Meski sebutannya hak satuan rumah susun, sertifikat ini juga menjadi sertifikat resmi untuk beberapa properti lainnya. Mulai dari perkantoran, kios komersial (bukan milik pemerintah), kondominium, dan flat. SHSRS dapat dipindah tangankan dan bisa dijadikan jaminan untuk mendapatkan pinjaman dari bank. Jika Anda telah memegang sertifikat ini maka si pemilik punya hak atas tanah menurut persentasenya.
Biaya balik nama sertifikat tanah di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah salah satu pertanyaan yang sering kali ditanyakan mereka yang baru saja membeli atau mendapatkan warisan tanah.
Peralihan hak atau balik nama sertifikat tanah bisa dilakukan dengan mendatangi kantor pertanahan di kabupaten/kota lokasi tanah berada. Lalu, berapa biaya balik nama sertifikat tanah yang berlaku saat ini?
Berikut prosedur pengurusan serta biaya balik nama tanah di notaris hingga pengurusannya di BPN.
Cara mengurus balik nama sertifikat tanah
Pengurusan AJB di PPAT
Prosedur pengurusan balik nama sertifikat tanah setidaknya harus melalui 2 tahapan. Pertama, pemilik tanah atau calon pemilik tanah harus mendatangi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Hal ini mengacu pada Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yakni Pasal 37, di mana setiap pengurusan balik nama sertifikat tanah harus melalui PPAT.https://d-20919180281674310564.ampproject.net/2109272305001/frame.html
Agar transaksi jual beli tanah dilegalkan negara, harus terlebih dulu mengurus Akta Jual Beli atau AJB. Akta ini adalah dokumen resmi yang menjadi bukti sah telah terjadi peralihan hak atas tanah dari penjual ke pembeli.
Kantor PPAT selanjutnya akan memeriksa kesesuaian data yuridis dan data teknis sertifikat tanah pemilik tanah lama dengan data pertanahan yang ada di buku tanah di Kantor Pertanahan (BPN).
Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari sengketa lahan atau jual beli yang tidak sah. Beberapa dokumen lain yang harus dibawa penjual dan pembeli tanah antara lain KTP, Kartu Keluarga, NPWP, dan surat nikah.
Khusus untuk penjual tanah, wajib untuk menyertakan bukti pembayaran PBB, sertifikat tanah, dan surat pernyataan dari penjual bahwa tanah yang dimiliki tidak dalam sengketa.
Jika tanah tidak memiliki masalah, sesuai dengan PP Nomor 34 Tahun 2016, kantor PPAT akan meminta pembeli tanah untuk membayar pajak PPh sebesar 2,5 persen dari nilai bruto (nilai penjualan tanah).
Sementara untuk biaya pengecekan dan penerbitan AJB, kantor notaris menetapkan tarif yang berbeda-beda. Itu sebabnya, pembeli dan penjual tanah bisa terlebih dahulu saling sepakat untuk memilih kantor PPAT yang akan dipakai.
Hingga penerbitan AJB, biasanya kantor PPAT akan meminta biaya sekitar 0,5 persen sampai 1 persen dari total nilai transaksi.
Umumnya, biaya tersebut sudah termasuk dengan jasa notaris, balik nama, dan pembuatan Akta Jual Beli. Seluruhnya memakan waktu proses selama 30 hari. AJB yang telah dibuat 2 lembar asli dan 1 lembar salinan.
Biaya balik nama sertifikat tanah lainnya yang harus dibayar yakni Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 5 persen dari harga rumah dan tanah dikurang Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak.
Biaya ini baru dibayar saat pengajuan pengurusan balik nama sertifikat tanah di kantor BPN.
Jika diurus mandiri, pemilik tanah bisa langsung mendatangi kantor BPN sesuai dengan lokasi tanah berada.
Mengutip dari laman resmi Kementerian ATR/BPN, dokumen yang harus dipersiapkan antara lain:
- Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya di atas meterai cukup
- Surat Kuasa apabila dikuasakan
- Fotokopi identitas pemohon/pemegang dan penerima hak (KTP, KK) serta kuasa apabila dikuasakan, yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket
- Sertifikat asli
- Untuk perorangan yang keperdataannya tunduk pada hukum perdata dibuktikan dengan penetapan Pengadilan. Atau yang tunduk pada hukum adat dibuktikan dengan surat pernyataan perubahan nama dari yang bersangkutan, diketahui Kepala Desa/Lurah dan Camat setempat.
- Fotokopi akta pendirian dan pengesahan badan hukum yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket kantor BPN (khusus bagi badan hukum)
- Sertifikat Tanah Asli Akta Jual Beli Tanah dari PPAT
- Izin pemindahan hak apabila di dalam sertifikat/keputusannya dicantumkan tanda yang menyatakan bahwa hak itu hanya boleh dipindahtangankan jika telah diperoleh izin dari instansi yang berwenang
- Fotokopi SPPT dan PBB tahun berjalan yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket
- Bukti SSB (BPHTB) dan bukti bayar uang pemasukan (pada saat pendaftaran hak).
Untuk biaya yang harus dikeluarkan di Kantor BPN adalah biaya pengecekan keabsahan sertifikat tanah yang asli sebesar Rp 50.000.
Biaya lain yang harus dibayar di Kantor BPN adalah biaya pelayanan balik nama sertifikat. Besarannya adalah sebesar nilai jual tanah dibagi dengan 1.000 (nilai tanah (per meter persegi) x luas tanah (meter persegi) / 1.000).
Sebagai ilustasi, apabila pembeli bidang tanah seluas 1.000 meter persegi dengan harga per meter sebesar Rp 500.000 maka biaya balik nama sertifikat tanah di Kantor BPN adalah Rp 500.000.