Pengertian PBG Persetujuan Bangunan Gedung sebagai Pengganti IMB

PBG adalah Izin sebagaimana IMB wajib dimiliki siapa pun yang ingin membangun bangunan baru, mengubah, sampai merawat bangunan.

Persetujuan bangunan gedung (PBG) bisa diterbitkan dalam waktu dua hari sepanjang pemohon telah memenuhi persyaratan.

Jasindopt.com – Pemerintah secara resmi menghapus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan menggantinya dengan izin baru yang bernama Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Izin ini sebagaimana IMB wajib dimiliki siapa pun yang ingin membangun bangunan baru, mengubah, sampai merawat bangunan. Melansir dari Indonesia.go.id

Pergantian dari IMB ke PBG ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 16 tahun 2021. Aturan setebal 406 halaman yang diterbitkan pada 2 Februari 2021 ini merupakan turunan dari revisi Undang-Undang nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung yang dilakukan pemerintah lewat UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Pemerintah berharap pemberlakuan aturan turunan UU Cipta Kerja bisa secepatnya memulihkan perekonomian nasional yang terpuruk akibat pandemi Covid-19. Produk omnibus law ini merupakan terobosan dan cara pemerintah menangkap peluang investasi dari luar negeri. Salah satunya lewat penyederhanaan izin dan pemangkasan birokrasi.

Ini bisa dilihat pada Pasal 11 yang menyatakan PBG berisikan sedikitnya dua hal yaitu fungsi bangunan gedung dan klasifikasi bangunan gedung. Menurut Pasal 4 Ayat 2, terdapat 5 fungsi bangunan gedung yaitu hunian, keagamaan, usaha, sosial dan budaya, dan khusus.

Sementara Pasal 9 Ayat 1 mencatat ada sederet jenis klasifikasi yang akan diterapkan pada bangunan yang dimiliki seseorang. Terdiri dari tingkat kompleksitas (sederhana, tidak sederhana, dan khusus), tingkat permanensi (permanen dan nonpermanen).

Ada juga terkait dengan tingkat risiko bahaya kebakaran (tinggi sedang, rendah), lokasi (padat, sedang, dan renggang) dan ketinggian bangunan gedung (pencakar langit, tinggi, sedang, dan rendah). Klasifikasi juga dilaksanakan terhadap, kepemilikan bangunan gedung (bangunan gedung negara dan selain milik negara), dan kelas bangunan (ada 10 kelas bangunan).

Informasi-informasi ini wajib dicantumkan dalam PBG. Bila tidak sesuai, maka pemilik bangunan gedung bisa dikenai sanksi seperti tertulis dalam Pasal 12. Dalam publikasi Kementerian PUPR bertajuk “Substansi Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Bangunan Gedung”, disebutkan bahwa PBG bisa diterbitkan dalam waktu dua hari sepanjang pemohon telah memiliki pernyataan pemenuhan standar teknis.

Kehadiran PBG ini nantinya menerapkan konsep norma, standar, pedoman, dan kriteria (NSPK) dari pemerintah pusat. Konsep ini berbeda dengan IMB yang dulu pernah diberlakukan. Jika IMB harus dibereskan dulu sebelum dapat membuat bangunan, maka PBG memungkinkan pembangunan dapat langsung dilaksanakan sepanjang pelaksanaannya memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah.

Selain PBG, pemilik bangunan nantinya juga perlu memiliki sedikitnya dua jenis izin lain. Salah satunya, Surat Bukti Kepemilikan Bangunan (SBKBG). SBKBG nantinya harus mencantumkan informasi fungsi bangunan dan klasifikasi bangunan seperti Pasal 4 dan Pasal 9.

Pada Pasal 275 mengatur SBKBG yang meliputi informasi mengenai kepemilikan bangunan, alamat bangunan, status hak atas tanah, nomor PBG, nomor Sertifikat Laik Fungsi (SLF). Di samping itu, ada juga lampiran yang berisikan surat perjanjian pemanfaatan tanah, akta pemisahan, gambar situasi, dan akta fidusia.

Dokumen lainnya adalah Sertifikat Laik Fungsi (SLF) yang diberikan pemda untuk menyatakan kelaikan fungsi bangunan sebelum bisa dimanfaatkan atau ditempati. Menurut Pasal 297, SLF perlu diperpanjang dalam jangka waktu 20 tahun untuk rumah tinggal dan 5 tahun untuk bangunan gedung lainnya.

Baik PBG, SLF, dan SBKBG diajukan oleh pemohon melalui sebuah situs bernama Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG) di laman http://www.simbg.pu.go.id. Nantinya izin-izin itu akan diterbitkan oleh pemerintah daerah.

Sementara itu Pasal 347 Ayat 1 mengatur bahwa bangunan gedung yang telah memperoleh perizinan dikeluarkan oleh pemda kabupaten kota sebelum berlakunya PP 16/2021, maka izinnya dinyatakan masih tetap berlaku.

Selanjutnya, pada Ayat 2 disebutkan bahwa bangunan gedung yang telah memperoleh IMB dari pemda kabupaten kota sebelum PP 16/2021 berlaku, izinnya masih tetap berlaku sampai dengan berakhirnya izin. “Bangunan gedung yang telah berdiri dan belum memiliki PBG, untuk memperoleh PBG harus mengurus SLF berdasarkan ketentuan peraturan pemerintah ini,” demikian mengutip Pasal 347 Ayat 3

Lantas, apa bedanya IMB dan PBG? Dilansir dari akun Twitter resmi Indonesia Baik (@IndonesiaBaikID), perbedaan mendasar antara PBG dengan IMB adalah terkait permohonan izin sebelum membangun bangunan. “Presiden Joko Widodo [Jokowi] telah menghapus aturan izin mendirikan bangunan (IMB) dan menggantikannya dengan persetujuan bangunan gedung [PBG]. Apa bedanya dengan IMB?” tulis akun Twitter @IndonesiaBaikID dalam unggahan yang dipublikasikan, Jumat (12/3/2021).

Berikut poin-poin pembeda IMB dan PBG:

  1. IMB memiliki pengertian Izin Mendirikan Bangunan. PBG memiliki pengertian Persetujuan Bangunan Gedung.
  2. IMB harus mengajukan permohonan izin sebelum membangun bangunan. PBG Tidak mengharuskan pemilik gedung mengajukan izin sebelum membangun gedung dan melaporkan fungsi bangunannya.
  3. IMB Pemilik harus tetap menyampaikan fungsi bangunan tersebut. PBG Pemerintah memberikan opsi fungsi campuran pada PBG.
  4. Izin mendirikan bangunan hanya boleh untuk satu fungsi. Sedangkan PBG dengan fungsi campuran bangunan bisa digunakan lebih dari satu fungsi, misalnya hunian dan usaha.
  5. IMB Tidak ada sanksi apabila melakukan perubahan fungsi bangunan. PBG Pemilik yang melakukan perubahan fungsi wajib melaporkan. Jika tidak, akan ada sanksi.
  6. IMB memberi beberapa syarat: a. Pengakuan status hak atas tanah. b. Izin pemanfaatan dari pemegang hak, status kepemilikan bangunan. c. Izin mendirikan bangunan. PBG hanya memberi persyaratan: a. Perlunya perencanaan dan perancangan bangunan sesuai tata bangunan. b. Keandalan. c. Desain prototype atau purwarupa.
  7. IMB Tidak ada ketentuan soal pasca pembongkaran. PBG ada  Hal-hal yang perlu diperhatikan pasca pembongkaran: a. Pengelolaan limbah material, limbah bangunan. b. Upaya peningkatan kualitas.

Buat situs web atau blog di WordPress.com

%d blogger menyukai ini: